Minggu, 06 September 2009

1. Mading Gosip

Seluruh kampus tahu, aku pacaran dengan Endra. Baru memang, tapi toh, semuanya juga sudah tahu, jadi tak ada yang perlu disembunyikan. Begitu cuekku ketika acapkali mata-mata orang yang lalu lalang disekitarku melihat kemesraan yang kami timbulkan. Iri, begitu aku menyebutnya.
Kami baru pacaran seminggu lalu. Yang menyatakan cinta pertama kali aku. Minggu pertama jadian, banyak yang bertanya siapa yang menyatakan cinta duluan, tentu saja aku jawab yang menyatakannya aku. Dan itulah aku. Tanpa rasa malu, aku pasti akan mengatakan apa yang aku rasakan, dan whatever-lah tentang pendapat orang lain. It's me, not Ussy.
Kini setelah seminggu kami pacaran, foto-foto mesra kami pun beredar di mading gossip. Begitu kami menyebut untuk mading yang tidak dipajang dipapan mading, melainkan di tempat-tempat ilegal seperti tembok kampus, bahkan selebaran yang memuakkan sekalipun. Pagi itu aku baru saja memasuki gerbang kampus, hampir semua mata di areal kampus itu menuju kearahku. Awalnya aku tidak mengerti, namun setelah aku melihat salah satu bagian di kampus yang dijadikan mading gosip, akupun menyadari bahwa mereka menertawakanku. Bahkan ada yang terang-terangan mengejekku.
Dengan wajah yang dibuat se kalem mungkin aku menghampiri seorang cewek yang sedari tadi tersenyum mengejek kearahku.
"Kenapa? iri? nggak senang? " ujarku seolah menantang cewek yang belakangan aku tahu namanya Erlita, semester 6 jurusan Ekonomi Umum.
Mendapat ucapan yang menantang, Erlita yang kala itu menggenakan high hill lansung berdiri dan membusungkan dadanya padaku. Ia yang tadinya duduk ditangga mendadak tinggi, karena aku berada 3 tangga dibawahnya.
"Heh, aku nggak level ya dengan cara kamu, menyebar foto murahan kayak gitu," ujarnya.
"O.. itu murahan ? Emangnya yang mahal kayak mana ? Eit, jangan-jangan kamu lebih ya ? Dengan siapa ? ". Pertanyaanku yang terakhir tentu saja membuat mahasiswa yang lainnya yang tanpa aku sadari telah mengelilingi kami tertawa. Hal itu membuat muka Erlita merah dan berbalik meninggalkan arena dengan menerobos paksa kerumunan. 'Mampus kau' pikirku.
Ternyata ledekan dan sindiran yang aku dapatkan tak hanya sampai disitu. Begitu memasuki pelajaran pertama Kalkulus, aku juga disindir Mr. Handoko. Menurutnya, di fakultas Ekonomi terdapat banyak anak yang salah jurusan.
"Sepertinya di kampus kita ini banyak yang salah jurusan. Sepertinya banyak yang berbakat menjadi wartawan infotainment, dan juga artis, yang menyebabkan kampus ini tak pernah sepi dari gosip," ujarnya.
Mendengar ucapannya itu, tentu saja aku mengerti bahwa dia sedang menyindirku, atau itu cuma perasaanku. Tetapi yang memang sifatnya aku, aku malah cuek dan berlagak tidak tahu saja.
Tetapi itu tidak berlansung lama. Tatkala ia kembali menyindirku disela-sela menerangkan mata kuliah, aku membalasnya.
"Pelajaran itu perlu diulang, sekarang sudah tidak ada waktunya untuk bermain, apalagi membuat sensasi yang aneh-aneh. Jangan hanya berminat pada gossip dan membuat gosip saja, tetapi pelajaran juga," ujarnya.
Mendengar ungkapan Mr. Handoko, sejumlah mahasiswa tertawa sembari melihat kearahku. Sadar dengan hal itu akupun membalas.
"Pak, Bapak berminat menjadi tukang gossip?" tanyaku. Panas juga kuping ini mendengarnya.
"Atau bapak mau jadi sumber gosip?" kejarku. Disambut tawa dan siulan mahasiswa yang hadir. Wajahnya lansung memerah.
Kemudian ia menatap tajam kearahku. Diperlakukan begitu aku pura-pura tak tau sembari menulis pelajaran di papan ke buku.
Mendapati tanggapan dingin dariku, ia membalas. "Saya tidak butuh publikasi, tanpa dipublikasikanpun, saya sudah dikenal kok di kampus ini," ujarnya ketus.
Menyadari dirinya yang telah keluar jalur dari tanggung jawabnya sebagai dosen, berbalik dan kembali melanjutkan menulis, hingga akhirnya bel pergantian kelas berbunyi. ***

Ketika jam istirahat tiba, aku keluar dari ruangan Kalkulus, dan berusaha mencari-cari arjunaku. Hm, ada dimana dia ya? Segera ku ambil DOPOD HTC SHIFT ku, dan ku dial nomer dia. Tak berapa lama terdengar sahutan dari seberang.
"Lagi dimana yang?"
"Di perpus".
"Yang, makan yuk!"
"Duluan aja, aku lagi nyari bahan kuliah nih".
"Tapi yang,.."
"Dah aku lagi di perpus nih, ntar orang pada marah. Nanti pulang kuliah tunggu aku di gerbang." Dan sambungan pun terputus. Tegas, tak suka bertele-tele, itulah Enda, arjuna tampanku, yang tampannya melebihi Justin Timberlake...bagiku,..hheheh.
Tapi aku nggak berlebihan kok, emang arjunaku itu tampan. Yang paling kusuka dari wajahnya adalah sorot matanya yang tajam dipadu dengan alisnya yang tebal. Ketika menatapnya, membuat jantungku berpacu dengan detik jarum jam, dan menggetarkan tubuh ini. Dan aku akan memeluk dia, didadanya..tercipta kedamaian, dan akupun terbang ke alam mimpi...oh indahnya..

Seperti instruksinya, usai kuliah pukul 14.05, aku nangkring di bawah poon jambu yang terletak dibagian selatan gedung kampusku. Arjunaku belum juga tampak, sementara mahasiswa dari fakultas Akutansi dan Ekonomi sudah mulai memadati jalan.
Kuraih DOPOD HTC SHIFT di kantong tas ku. Akupun mulai memainkan game yang terdapat didalamnya.
Cape main game, aku putuskan untuk memasukan lagi hapeku kedalam tas, dan betapa kagetnya aku ternyata arjunaku sudah duduk di salah satu dahan jambu.
"Sejak kapan duduk disitu? kok nggak negur?"
"Habis, kamu lagi asyik main game!"
"Ya maaf, ku kirain bakalan lama nunggu kamu, makanya aku main game."
"Ca, kamutuh sudah bukan anak-anak lagi, jangan terlalu sering main game, apalagi di tempat umum kayak gini, childis banget."
Dengan sedikit cemberut, aku mengamit tangannya. "Kan aku dah selesai main gamenya, kita mau makan dimana?"
"Bukannya kamu sudah makan jam istirahat tadi?"
"Aku nggak jadi kesana, males, habisnya disana kan sarangnya orang-orang sirik.."
"Ya udah, kita cari tempat yang sepi aja untuk ngobrol," ujarnya sembari berlalu. Aku mengikutinya dengan langkah terburu-buru, karena memang langkah dia lebih cepat dari langkahku.
Ternyata tempat yang dituju Enda, kolam ikan di Stan Osian, kawasan perumahanku. Kamipun turun dari Jaguar Enda menuju salah satu bangku yang terdapat di tepi kolam itu. Tempat itu tempat pavorite ku.
"Kita putus," ujar Enda.
"Putus? apa aku nggak salah dengar?" ujarku yang tentu saja tak mengerti dengan Enda. Baru kemaren kami jalan bareng, dan setahuku tak ada masalah yang berarti yang mengancam hubungan kami. "Maksud kamu apa, kenapa kita putus? Aku salah apa sama kamu?"
"Aku hanya ingin kita putus." ujarnya dingin.
"Tapi kenapa Nda? kita tidak punya masalah apa-apa kan?"
"Aku hanya ingin kita putus, nggak ada alasan apa-apa, aku hanya ingin mengakhiri hubungan kita itu aja."
"Masak nggak ada apa-apa kamu mutusin aku. Kamu punya cewek lain?"
Enda diam.
"Apa karena mading sialan itu?"
"Itu salah satunya."
"Jadi ada yang lain?"
"Kamu tak perlu tahu apa alasannya, yang jelas kita putus," Enda kembali menegaskan.
"Ya tapi kenapa sayang? kamu beneran punya cewek lain, sejak kapan?" air mata sudah mulai jatuh dipipihku. Enda diam.
"Aku nggak ada punya cewek selain dari kamu, tetapi aku mau kita putus. Hapus air mata kamu, di luar sana masih banyak cowok yang bisa kamu jadikan pacar, jadi tak perlu menangis"...

to be continueRata Penuh
To be Continue..

Tidak ada komentar: