Minggu, 06 September 2009

6. Bertemu Rudi

Panas yang terjadi akhir-akhir ini di Batam membuatku terus-terusan berada di dalam kantor. Untuk sekedar mencari makan siang pun, rasanya tubuh ini tak bisa diajak kompromi. Alhasil, hampir setiap hari aku makan nasi padang seperti karyawanku. Tentu saja konsekwensi yang aku dapatkan adalah aku harus merelakan berat badanku bertambah hingga 5 kilo...tapi tak masalah, yang penting aku nggak kurus...kalau sempat kurus, maka semua orang bakalan tau kalau aku sedang menderita...menderita banget dengan keadaan ini..dengan tanggung jawab yang diembankan papa padaku..kini aku tak ubahnya seperti seorang wanita yang haus akan uang, tanpa memperdulikan kehiddupan pribadinya...

Hhh...aku menghembuskan nafasku dengan kuat, seolah itu bisa menghapuskan semua kekesalan ini. Ku lihat jam digital di pergelangan tanganku menunujukan pukul 15.11, sebentar lagi solat Ashar, setelah itu akan ada rapat dengan Citra advertising...aku beranjak kekamar mandi untuk wudluk..***

"Mbak, pihak Citra sudah menunggu diruang rapat, mereka datang lebih awal dr perjanjian," ujar Meta sekretarisku.

"Ya sudah, aku segera menyusul, suguhkan mereka minuman dan snack dulu," ujarku yang dituruti dengan anggukan oleh Meta.

Akupun membereskan berkas proposal yang telah diajukan Citra advertising tiga hari lalu. Tampaknya ide merka cukup kreatif dalam hal mendesain iklan dan konsepnyapun aku setuju. Tetapi, hal ini tidak bisa kuputuskan sendiri, melainkan harus mendengarkan presentasi mereka, dan pendapat dari pak Brinto sebagai atasan, setidaknya bagiku, karena jabatannya ada dibawahku. Tetapi bagiku dia tetap atasanku.

Selangkah kakiku keluar dari pintu ruangan, aku menemukan Pak Brinto berjalan menuju kearahku dari ruangannya yang berada di lorong kanan.

"Ca, sebelum keruang rapat, bapak mau ngomong dulu. Hm, ca, barusan Bapak mendapat telpon dari papamu, bapak perlu berangkat ke Bandung malam ini juga, ada masalah serius disana. Ini saatnya kamu bekerja sendiri tanpa bapak. Mungkin bapak tidak akan balik kesini lagi, di Bandung usaha Papamu sedang ada masalah besar, jadi Bapak perlu kesana, dia butuh bantuan, sebagai gantinya, kamu akan satu tim dengan Jun. Kamu jangan khawatir, untuk masalah dagang, dia sudah berpengalaman, kalian bisa berdiskusi dalam mengambil keputusan. Tapi Bapak rasa kamu sudah menguasai apa yang bapak ajarkan selama ini. Tidak akan begitu sulitlah. " ujar pak Brinto panjang lebar.

Hah? mau kerjasama sama Bang Jun? nggak salah tuh? orang awut-awutan gitu mo diajak mengelola showroom? cari penyakit.. ah udahlah, yang penting kuikuti aja dulu apa yang dibilangin Pak Brinto. Urusan nantinya dalam emngambil keputusan bisa dipikirkan nanti.

" oke Cha, bapak siap-siap dulu, habis itu bapak pulang, nanti kalau sudah di Bandung bapak telp," ujarnya sambil menepuk lembut kepala kananku.

"siang, pak Hadi, kelamaan menunggu ya?" sapaku melihat rombongan Citra Advertising yang sedang berbincang-bincang dengan staff ku.

Meta, sekretarisku duduk di kursi bagian kananku, diikuti oleh Hilman, Sanjaya dan Retno dari bagian promosi. Sementara Pak Hadi, pimpinan Citra advertising duduk disebelah kananku, dan tiga orang timnya. Oh my God, bukankah itu Randi ? Gengnya si Enda, penghianat busuk yang telah mempermainkan aku sebagai taruhannya. Parahnya harga diriku disamain dengan sebuah motor. Brengsek. Hm, ternyata dia sekarang bekerja di Advertising? apa ya tanggapannya melihat aku sekarang ? yang jelas-jelas menjadi patner bisnis perusahaanya bernaung. Perusahaan penentu perkembangan perusahaanya, dengan nilai kontrak Rp 506 juta.

Lama aku tercenung kearahnya, eh salah, ke arah si brengsek itu. Pak Hadi, pria yang ku tahu telah berumur lebih dari setengah abad itupun mendehem keras dan membuyarkan lamunanku.

"Maaf pak Hadi, saya terkaget melihat tim bapak, kalau nggak salah itu Rudi kan, anda masih ingat saya?" mendapat pertanyaan yang mengingatkannya pada peristiwa di taman kampus tiga tahun lalu, Rudi seolah tersentak, dan mengangguk. Sesaat ia menatapku, dan kemudian tertunduk pasrah. Tak tega rasanya aku melihatnya seperti itu.

"Ibu sudah mengenalnya?"
"Oh, iya, kebetulan dulu kami satu kampus, dan pernah ngobrol, cuma dulu waktunya sedikit nggak tepat," ujarku.

"Kalau begitu setelah ini akan ada reuni nih? tetapi kayaknya kami tidak akan memakan waktu lama, karena kami tau ibu sibuk, kita bisa mulai acaranya?"

"Oke, silahkan, hm, sebaiknya lansung ke presentasi saja, karena saya sudah membaca proposalnya, jadi kita tak buang-buang waktu," ujarku menegaskan.

Konsep yang ditawarkan oleh citra advertising sangat menarik minatku untuk menyimaknya. Sehingga waktu meeting yang tadinya kujadwalkan 45 mnit, molor 20 menit, karena aku mengeluarkan berbagai pertanyaan, yang membuatku semakin yakin dengan konsep mereka.

Jam 17 kurang 20 menit, meeting selesai. Tak lupa aku mengungkapkan pujianku atas tim work di perusahaan itu. Setelah bersalaman dan saling melontarkan pujian, aku mengantar tamuku hingga pintu keluar, dan segera bergegas ke ruanganku dan merapikan meja kerjaku untuk bersiap-siap pulang.

Kuraih hp ku, ternyata ada dua message dan lima miscall. Kubuka siapa saja yang telah menelpon dan mengirim pesan untukku. Ternyata yang mencoba menghubungiku papa, empat kali, dan satu lagi Yusuf, cowok narsis yang telah menjadi teman Chatku dan tempatku berkeluh kesah selama ini.

Kubuka pesan yang masuk, ternyata juga dari dua orang itu. Pesan dari papa : "Ass, Ica, papa telpon dari tadi nggak kamu angkat. Papa telpon ke resepsionis dibilangnya kamu lagi meeting. Tapi tak apa-apa. Papa hanya ingin mengabarkan kalau pak Brinto Papa tarik ke Bandung. Ini karena keadaan darurat, kamu kan tau, krisis global sangat mempengaruhi bisnis kita. Rencana papa untuk buka cabang baru di palembang batal, papa harap kamu disana bisa kerja sama dengan Izura. Papa dan mama sehat, sekarang kami lagi di medan, kamu jaga diri baik-baik. Kami sayang kamu. wass."

Sms kedua, Yusuf Chat, "Cha...Cantik, kemana aja sih? aku kangen nih mau chat ama kamu...chat dong..masa nggak kangen sih sama aku, cowok terganteng didunia ini..." Dasar, nih cowok emang narsis habis...bikin gemes dan ngangenin untuk bercanda dengannya..

Ku buka laptopku, ternyata dia mengirimiku seikat bunnga, plus balon..dan berbagai image yang lucu-lucu...ternyata dia masih online...

"Eh cowok norak, dah sore nih, aku mau pulang...aku capek, nggak ada waktu lagi buat chat," balasku

"Cantiku sayang, kerjaan itu jangan diforsil, ntar mukanya keriputan lo...oke deh sayang, kamu pulang deh, mandi air panas, makan malam, habis tu tidur...jangan lupa mimpiin aku, pasti besoknya seger lagi.."

"ye..ini dari tadi juga udah mau pulang kok..
Uh, ngarep", balasku sedikit kesel. Meski kesal, aku dibuatnya tersenyum. usai ku shut down, laptop kumasukin tas dan kujinjing pulang.

Yusuf adalah satu dari sekian banyak teman chatku. Aku menjalin persahabatan lewat dunia maya sudah hampir 4 tahu. Ku suka darinya adalah sikap to the poinny. Yang paling penting dia sopan dan nggak macam-macam. Juga nggak pernah ngajakin ketemuan seperti teman chat laimnya. Hal inilah yang membuat aku betah chating sama dia. Karena sikapnya yang to the poin sama aku, aku juga bicara blak-blakan sama dia, tanpa merasa malu sama sekali. Karena persahabatan yang sudah lama terjalin, aku memberanikan diri untuk memberinya nomer telpon ku. meskipun begitu, kamu hanya sesekali telpon-telponan. lebih banyak chating. Telpon dan sms biasanya hanya untuk janjian chat.

Banyak hal yang kami diskusikan, mulai dari ngobrolin artis, politik, hingga cara kami menilai seseorang.. kami selalu nyambung. Ketika aku sedang sibuk, masuk sms nya yang mengatakan kalau wajahku sangat menakutkan, seolah-olah dia bisa melihatku yang sedang stress.. kemudian keluarlah lelucon dan saling ledek antara kami, sehingga rasa stres pekerjaan hilang.

Aku sadar, chatng hanya pelarianku untuk mencari sedikit lelucon dalam hidup ini. Bagaimanapun di dunia nyata aku adalah seorang yang cuek, sehingga orang2 disekitarku menganggapku orang yang serius, pendiam, bahkan mungkin Mak Lampir: yang menakutkan seperti yang digelarkan Bang Jun dan Rahman padaku.

Aku sedih, sangat sedih mendapat gelar itu dari mereka. Mungkin karena aku terlalu tegas pada mereka, sehingga membuat mereka begitu takut kepadaku, lebih tepatnya aku menakutkan bagi mereka. Tetapi, apapun yang mereka gelarkan, aku hanya ingin mereka lebih baik.****

to be continue

Tidak ada komentar: